Selasa, 15 Juli 2008

Hasil Sidang Pleno Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna

HASIL SIDANG PLENO
KONGRES ANAK NASIONAL
SOS DESA TARUNA INDONESIA 2008

Pelaksanaan : Sabtu, 28 Juni 2008
Pukul : 13.00-21.00 WIB
Tempat : Aula SOS Desa Taruna Indonesia, Lembang, Bandung.


KOMISI LINGKUNGAN

DAFTAR MASALAH:
1. POLUSI UDARA
Akibat: sesak nafas
udara tercemar
pemanasan global
mengganggu kesehatan
Sebab: perekonomian masyarakat yang padat
pembakaran hutan
banyak kendaraan-kendaraan yang mengeluarkan karbon dioksida

2. SAMPAH
Akibat: terjadi banjir
terjadi pencemaran
wabah penyakit
tidak ada lagi air bersih karena adanya pencemaran
Sebab: kurang sadar dari satu pihak masih kurang peduli

3. PENCEMARAN SUNGAI
Akibat: banyak sungai yang tercemar oleh limbah
ikan tawar yang ada jadi terganggu
masyarakat yang tinggal di tempat tsb terganngu
Sebab: pabrik-pabrik buang limbah
kesadaran masyarakat
buang sampah
kurang penyuluhan, kurangya lahan untuk penampungan limbah

4. BANJIR
Akibat: terserang penyakit
banjir tambah meluas
kehilangan materi
kemunduran hasil panen
susah beraktivitas
Sebab: karena membuang sampah sembarangan
lahan penyerapan sedikit
draniase kurang
penebangan secara liar
kurang sosialisasi


5. LAHAN KRITIS
Akibat: tidak dapat melakukan penanaman
tidak dapat beraktivitas
Sebab: pemerintah setempat tidak membuat penampung
kurang memperhatikan saluran
kurang air
terdapat kesengajaan (saluran air disumbat)

6. ABRASI
Akibat: daratan menyempit
manusia gelisah/takut/karena takut keamanan hutan
Sebab: pohon bakau berkurang
kurang penanaman pohon
kurangnya tanggul-tangul penahan

7. PENEBANGAN HUTAN
Akibat: banjir
udara tidak segar
erosi
polusi
terumbu karang rusak
terjadi kerugian negara
Sebab: menebang sembarangan
mementingkan diri sendiri
kurang kesadaran akan pentingnya hutan
kurang pengontrolan

8. PENCEMARAN AIR
Akibat: air tawar susah didapat
zat kimia meracuni manusia di sekitar danau
mengalami kerusakan/kerugian
Sebab: adanya pabrik yang menghasilkan limbah
penangkapan ikan di laut dengan cara pemboman
banyaknya pembangunan

9. LONGSOR
Akibat: kerugian materi bagi masyarakat
banyak korban jiwa
daya tahan tanah lemah

Sebab: penebangan pohon secara liar
penyebab aktivitas penambangan
keegoisan manusia
hujan
pohon tumbang
penebangan ilegal

10. ROB (air pasang)
Akibat: kerugian bagi masyarakat
Sebab: pernah dibuat kincir air seperti di Belanda
11. PEMAKAIAN AIR SECARA BERLEBIHAN:
Akibat: air akan cepat habis
air susah didapat
Sebab: karena kurang kesadaran dari masyarakat untuk penggunaan air
kepentingan orang berbeda-beda


Rekomendasi-rekomendasi
1. Untuk mengurangi dampak global warming sebaiknya penggunaan kendaraan bermotor dikurangi dan ditingkatkan pemakaian kendaraan yang ramah lingkungan.
2. Sebaiknya pemerintah harus bertindak tegas dalam pembakaran sampah sembarangan.
3. Mengurangi penggunaan barang yang berbahan plastik karena pembakaran plastik akan menghasilkan gas-gas yang berbahaya bagi lingkungan seperti CO2 dan dioxin.Selain itu mengupayakan daur ulang bagi sampah yang tidak bisa hancur di dalam tanah dengan mengubahnya kembali menjadi benda-benda yang bermanfaat.
4. Menanam pohon untuk meningkatkan produksi oksigen.
5. Memilah sampah organik dan anorganik.
6. Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam pembuatan peraturan dengan cara memberi denda, hukuman dan dibuatkan sanksi yang tegas bagi yang melanggar tata tertib lingkungan.
7. Sebaiknya masyarakat tidak membuang sampah sembarangan.
8. Sebaiknya masyarakat dan pemerintah melakukan reboisasi atau penghijauan secara merata.
9. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada lingkungan.


KOMISI PARTISIPASI

Keputusan Sidang Komisi Partisipasi Kongres anak SOS Desa Taruna Indonesia
Latar belakang masalah
A. Masalah Umum:
1. Masalah UAN
2. Pemadaman listrik Jawa Bali
3. BBM naik
4. Global warming
5. Biaya pendidikan tinggi
6. Suara anak tidak dihargai dan didengarkan
7. KDRT
8. Pada akhirnya, semua pihak baik pemerintah, masyarakat atau pun anak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati
9. Program KB, sekolah minimal 9 tahun, dll lebih digencarkan
B. Masalah Pendidikan :
1. Anak dipandang sebelah mata
2. Suara anak dalam pembuatan tata tertib sekolah tidak didengarkan atau tidak ada pertisipasi dari murid atau siswa
3. Sistem pendidikan tidak independen
C. Masalah lingkungan:
1. Sampah
2. Global warming
3. Pemakaian kendaraan bermotor yang kurang perlu
4. Limbah pabrik
5. Pembakaran hutan
D. Masalah perdamaian:
1. Tawuran antar pelajar mengganggu banyak pihak
2. GAM mengganggu ketentraman anak
3. Teroris Poso mengancam keselamatan anak
4. Sambas, Kalimantan terdapat perang suku
5. Perseturuan Ahmadiyah dan FPI
6. Perang Irak dan Palestina
7. Gank, swperti: NERO, BRIGEZ.
8. Demo yang anarkis
E. Masalah Perlindungan anak:
1. Penganiayaan atau kekerasan guru terhadap murid dii daerah Flores
2. Penganiayaan orang tua terhadap anak
3. Eksploitasi anak, seperti: anak jalanan, buruh anak, PSK & gigolo di bawah umur
4. Oknum yang mengaku melindungi anak, tapi malah mengeksploitasi anak. Sebagian panti asuhan yang menyimpang.


Rekomendasi-rekomendasi:
A. Rekomendasi Umum
1. Program kerja pemerintah lebih ditingkatkan dan diimplementasikan
dengan baik.

B. Rekomendasi Pendidikan
1. Pelajar harus diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan tata tertib sekolah.
2. Diadakan sosialisasi dan komunikasi yang baik antara pihak sekolah dengan pelajar guna meningkatkan partisipasi pelajar.
3. Saran dan pendapat dari murid harus diimplementasikan dengan lebih maksimal lagi, baik lewat OSIS/MPK, murid atau guru.
4. Murid mempunyai hak tetapi juga harus melaksanakan kewajiban.
5. Merumuskan kurikulum pendidikan yang independen. Dengan cara pembuatan proker yang benar-benar matang dan tidak mudah diganti walaupun berganti pemerintah.

C. Masalah Lingkungan
1. Semua pihak berpartisipasi untuk mendaurulang sampah.
2. Melakukan gerakan cinta lingkungan.
3. Mengurangi polusi dengan memakai fasilitas publik yang sudah ada.
4. Penyulingan limbah pabrik.
5. Pengurangan illegal logging.
6. Memberi kritik,saran,usul ke pemerintah terkait dan pemerintah harus menerimanya.
7. Membuat rumah susun untuk mengurangi pembukaan lahan baru yang digunakan sebagai pemukiman.

D. Rekomendasi Perdamaian
1. Membuat suatu wadah yang independen dan dianggap oleh pemerintah untuk pelajar atau anak yang bergerak dalam bidang perdamaian antar sekolah.
2. Mengefektifkan sistem kerja lembaga yang bergerak khusus untuk menjamin perlindungan anak.
3. Membuat lembaga independen dalam lingkup nasional yang begerak dalam masalah perdamaian nasional/antar provinsi.

E. Rekomendasi Perlindungan
1. Memaksimalkan penggunaan rumah singgah untuk anak jalanan di seluruh wilayah Indonesia.
2. Memaksimalkan fungsi pemerintah dalam semua lingkup khususnya dalam lingkup perlindungan.
3. Memaksimalkan penggunaan pusat rehabilitasi anak.



KOMISI PENDIDIKAN
Rumusan masalah :
Pendidikan yang Kurang Merata
Banyak yang kita ketahui pendidikan bangsa Indonesia sangat kurang. Padahal pemerintah telah membuat undang-undang tentang pendidikan. Upaya yang dilakukan pemerintah kurang maksimal sehingga mutu pendidikan di Indonesia rendah. Baik upaya pemerintah itu sendiri seperti, menaikkan standar nilai UAN, menambah mata pelajaran dalam UAN, penerapan sistem kurikulum yang sering berganti-ganti, waktu belajar di sekolah yang relatif lama, dan anggaran pendidikan.
Namun, upaya dari pemerintah tersebut tidak mendapatkan hasil yang signifikan pada peningkatan kualitas dan mutu pendidikan. Karena upaya tersebut belum berjalan dengan baik mengakibatkan hak anak mendapatkan pendidikan secara cuma-cuma tidak terlaksana dengan baik.


Rekomendasi-rekomendasi
1. Pemerintah perlu memaksimalkan pembangunan sekolah murah bagi yang kurang mampu di berbagai wilayah.
2. Anggaran pendidikan yang telah diberikan oleh pemerintah sebaiknya digunakan secara optimal.
3. Pemerintah sebaiknya lebih gencar menyebarluaskan lembaga pelatihan keterampilan di seluruh Indonesia bagi:
a. anak-anak yang keterbelakangan mental
b. masyarakat kalangan bawah (ekonomi rendah)
4. Pemerintah sebaiknya tidak mencampuradukkan antara politik dengan pendidikan.
5. Pemerintah harus melengkapi fasilitas pendidikan di seluruh Indonesia.
6. Pemerintah sebaiknya tidak menjadikan UAN sebagai tolak ukur kelulusan.
7. Pemerintah sebaiknya tidak menentukan kelulusan hanya dari UAN, tetapi juga mempertimbangkan prestasi belajar siswa.
8. Pemerintah sebaiknya mengurangi jam pelajaran agar siswa tidak merasa jenuh.
9. Pemerintah sebaiknya meningkatkan kualitas guru.
10. Sebaiknya bagi masyarakat lebih ikut partisipasi dalam pendidikan seperti GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh).


KOMISI PERDAMAIAN

Berbagai Persoalan perdamaian:
A. Internasional
1. Fenomena peperangan yang merugikan kepentingan dan hak-hak dasar anak secara umum
2. Tingginya angka penggunaan anak sebagai tentara atau pasukan besenjata dalam peperangan
3. Masih banyak negara yang belum meratifikasi isi dari kesepakatan hak-hak anak internasional yang disahkan oleh PBB

B. Nasional
1. Belum adanya peraturan pemerintah yang secara teknis mengatur perlindungan hak-hak anak di wilayah konflik
2. Masih tingginya angka pelanggaran hak-hak dasar anak di beberapa wilayah konflik di Indonesia
3. Rendahnya perhatian pemerintah terhadap isu-isu perdamaian melalui pendidikan

C. Keluarga
1. Tinggnya angka kekerasan dalam rumah tangga yang berakibat pada anak
2. Tingginya angka perceraian yang mengakibatkan anak-anak kehilangan pelbagai hak-hak dasar mereka


Rekomendasi-rekomendasi:
A. Kepada Negara
1. Internasional
a. Menuntut pemerintah Indonesia untuk turut aktif menyuarakan hak-hak anak melalui PBB.
2. Nasional
a. Menuntut pemerintah Indonesia untuk membuat aturan teknis yang mengatur hak-hak anak dalam situasi konflik.
b. Menuntut pemerintah Indonesia untuk menciptakan kurikulum pendidikan yang berwawasan perdamaian dan layak sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
c. Menuntut pemerintah Indonesia membentuk lembaga-lembaga yang dapat mengurangi kekerasan terhadap anak.
d. Menuntut instansi pemerintah untuk tidak memberi contoh kekerasan dan perbuatan asusila kepada masyarakat khususnya anak.
e. Menghimbau kepada semua pihak untuk melindungi hak-hak anak di wilayah konflik.

B. Kepada Keluarga
1. Keluarga harus ikut memperjuangkan hak-hak anak untuk hidup dalam perdamaian, kesejahteraan, dan suasana penuh kasih sayang.
2. Konflik dalam keluarga tidak boleh menjadikan anak-anak kehilangan hak-hak dasar mereka.
3. Harus ada persyaratan khusus tentang perceraian bagi orang tua dalam keluarga agar tidak merugikan anak.
C. Kepada Anak
1. Pemerintah mengadakan penyuluhan tentang dampak negatif kekerasan.
2. Anak-anak harus berpartisipasi dalam upaya menegakkan perdamaian.


KOMISI PERLIDUNGAN ANAK

A. Negara/Pemerintah
1. Pemerintah harus memberikan perlindungan hukum kepada anak.
2. Pemerintah harus memberikan standar hidup yang layak untuk anak-anak.
3. Undang-undang tentang perlindungan anak harus ditegaskan.
4. Negara bertanggung jawab atas hak dan kewajiban anak yang belum terpenuhi.
5. Negara harus menjamin dan melindungi hak-hak anak.
6. Negara harus memberi sanksi tegas terhadap orang yang melanggar hak anak.
7. Pemerintah harus menghentikan tayangan di media yang dapat merusak moral dan kehidupan anak.
8. Pemerintah harus membentuk kementrian khusus perlindungan anak.
9. Pemerintah sebaiknya memberikan akte kelahiran secara gratis kepada setiap anak.

B. Anak
1. Anak harus bisa saling menghargai pendapat orang lain.
2. Anak jangan hanya menuntut hak tapi juga menjalankan kewajiban.
3. Anak harus melihat kondisi jika minta sesuatu dari orang lain.
4. Anak harus menghormati orang yang lebih tua.
5. Anak harus lebih aktif berorganisasi dan berkompetisi.
6. Anak harus ikut berpartisipasi dalam pemenuhan hak anak.
C. Keluarga/Orang tua
1. Orang tua jangan melampiaskan emosi kepada anak.
2. Orang tua harus menghargai,melindungi, dan memenuhi hak anak.
3. Orang tua harus mematuhi dan menjalankan peraturan tentang perlindungan anak.
4. Keluarga harus memperhatikan dan mempertimbangkan pendapat anaknya.
5. Orang tua harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan anaknya.
6. Orang tua harus mendidik dan membimbing serta memberikan kasih sayang kepada anaknya.
7. Orang tua harus melakukan pengawasan agar si anak tidak terjerumus ke dalam hal negatif.
8. Orang tua harus memberi motivasi kepada anak untuk mengembangkan minat atau bakatnya.
9. Jika kurang mampu orang tua bisa menitipkan anaknya kepada lembaga sosial agar anak terpenuhi haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
10. Orang tua tidak boleh menelantarkan dan menjual anaknya bagaimana pun keadaannya.

D. Masyarakat
1. Masyarakat harus berbuat adil kepada anak.
2. Masyarakat tidak boleh mengikutsertakan anak dalam masalah politik.
3. Masyarakat harus bertanggung jawab terhadap perlindungan anak.
4. Masyarakat tidak boleh main hakim sendiri terhadap anak.
5. Masyarakat harus memberi teladan yang baik kepada anak.
6. Masyarakat harus memperhatikan pergaulan anak .
7. Masyarakat harus mensosialisasikan hak anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat.

E. Media
1. Media harus menampilkan tayangan yang mendidik anak.
2. Seharusnya media lebih memperkenalkan budaya daerah Indonesia agar tetap bisa dilestarikan.
3. Media televisi seharusnya memberikan tayangan pada jam-jam tayang yang tepat untuk anak.

Baca Selengkapnya..

KONGRES ANAK NASIONAL SOS DESA TARUNA INDONESIA

PENDAHULUAN
Berbicara tentang berbagai persoalan anak hari ini, sama artinya dengan membicarakan masa depan sebuah bang
sa. Betapa pentingnya persoalan-persoalan anak masa kini yang harus diangkat ke permukaan dan harus segera dicari solusinya agar tidak menjadi beban permasalahan di kemudian hari. Persoalan dan permasalahan anak itu telah menjadi topik yang dibahas sejak lama oleh masyarakat dunia, sehingga lahirlah sebuah Konvensi Hak Anak. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi hasil konvensi tersebut yang tertuang dalam UU No 23 tahun 2002. Salah satu pasal dari UU tersebut berbunyi: ‘Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi’. (Pasal 4 UU No 23)


Dalam rangkaian peringatan dua peristiwa besar, yaitu Hari SOS Desa Taruna Sedunia (SOS Day), tanggal 23 Juni dan Hari Anak Nasional Indonesa, tanggal 23 Juli, SOS Desa Taruna, sebuah Lembaga Pengasuhan Anak Berbasis Keluarga, akan mengadakan Kongres Anak. Melalui kongres ini diharapkan dapat membuka wawasan anak-anak mengenai hak dan kewajibannya sebagai pemilik masa depan. Hak dan kewajiban tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan seorang anak, mulai dari hak mendapatkan rumah dan perlindungan, bersekolah dan bermain, serta hak & kewajiban anak untuk ikut berpartisipasi mempersapkan diri bagi masa depan mereka sendiri. Pada peran partisIpasi inilah melalui kongres, anak-anak akan diminta memberikan buah-buah pemikirannya sebagai kontribusi mereka untuk perbaikan sebuah tata dunia baru yang lebih baik.


TUJUAN KEGIATAN
Kongres ini bertujuan
untuk :
1. Memberikan wawasan kepada anak mengenai butir-butir yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak.
2. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk dapat menyampaikan suara hati mereka sendiri.
3. Memberikan masukan mengenai peranan anak di dalam pembangunan masyarakat yang berorientasi

pada Hak dan Kewajiban serta peran serta mereka secara lebih luas.
4. Menyusun Agenda bersama untuk implementasi pelaksanaan Konvensi Hak Anak di lingkungan masing-masing.

NAMA KEGIATAN
KONGRE
S ANAK NASIONAL SOS DESA TARUNA INDONESIA TAHUN 2008

TEMA KEGIATAN

Setiap Anak Berhak
Mendapatkan Keluarga Dan Lingkungan Yang Sehat, Perlindungan Dan Rasa Aman, Serta Pendidikan Dan Masa Depan

BENTUK KEGIATAN
1. Workshop anak tanggal 25
– 26 Juni 2008
2. Kongres Anak tanggal 27 – 29 Juni 2008

3. Kampanye dan pemilihan Duta Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia, tanggal 28-29 Juni 2008

PESERTA

Peserta kongres adalah anak-anak yang berumur antara 11 - 17 tahun, sejumlah 122 anak, yang berasal dari SOS Desa Taruna Medan, Meulaboh, B
anda Aceh, Jakarta, Lembang, Semarang, Jogjakarta, Bali, dan Flores (9 lokasi, 8 Provinsi)

WAKTU PELAKSANAAN
25 Juni - 1 Juli 2008

TEMPAT PELAKSANAAN
SOS Desa Taruna

Jl. Teropong Bintang, Kecamatan Lembang, Bandung

ISU YANG DIBAHAS
1. Lingkungan (Komisi 1)

2. Partisipasi (Komisi 2)
3. Pendidikan (Komisi 3)

4. Perdamaian (Komisi 4)
5. Perlindungan anak (Komisi 5)

PROSES
Persiapan telah dilakukan sejak awal tahun 2008 dengan rapat-rapat persiapan, menentukan
materi kongres, menentukan kriteria peserta kongres, pembentukan kepanitiaan, dan sosialisasi serta pendalaman materi di tiap village.

Pelaksanaan kongres
Kongres Anak berlangsung se
lama 5 hari, terdiri dari 2 hari pertama sebagai pra kongres dan pendalaman materi, 1 hari pembahasan tatatertib, penyusunan daftar masalah, dan 2 hari terakhir diisi dengan pembahasan isu dalam sidang komisi, pengesahan rekomendasi, dan menentukan duta Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia untuk masa program 2 tahun.


HASIL
1.
Terpilihnya Duta Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia
Duta Anak Nasional :
Komang Suyasa (14 tahun, SOS Desa Taruna Bali)
Duta Anak Lingkungan : Irsan Syahputera (17 tahun SOS Desa Taruna Meulaboh,)
Duta Anak Parisipasi : Mari
a Detty Herlianingrum (17 Tahun, SOS Desa Taruna
Jakarta)

Duta Anak Pendidikan : Hanura Terawawindia (17 tahun, SOS Desa Taruna Jogjakarta)
Duta Anak Perdamaian : Danto Sugiharto (16 tahun, SOS Des
a Taruna Jakarta)
Duta anak Perlindungan Anak :
Ni Nyoman Mariasih (17 tahun, SOS Desa Taruna Bali)

Dengan masa tugas tahun 2008 – 2010

2.
Sejumlah rekomendasi suara anak SOS Desa Taruna Indonesia bagi penyelesaian masalah anak di Lingkungan SOS Desa Taruna dan di negara Indonesia secara umum (terlampir)

1. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia

24 Juni 2008- Berbagai mac
am persiapan dilakukan oleh panitia dan peserta Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia sehari sebelum acara pembukaan dilaksanakan di Training Center SOS Desa Taruna, Lembang, Jawa Barat . Registrasi dilakukan sebelum peserta mengikuti rangkaian acara tersebut. Kongres ini diikuti oleh 122 peserta yang datang dari berbagai daerah, yaitu; Banda Aceh, Meulaboh, Medan, Jakarta, Lembang, Jogjakarta, Semarang, Bali, dan Flores.

Registrasi berjalan dengan tertib dan teratur. Peserta kemudian diajak latihan persiapan pembukaan Kongres Anak Nasional Desa Taruna keesokan harinya. Lelah berlatih peserta pun diberi kesempatan untuk berisitirahat dan dilanjutkan dengan makan malam.
Setelah perut terisi penuh, peserta dan panitia bersama-sama menuju aula untuk mendengarkan pengarahan tentang peraturan serta tata tertib yang wajib dipatuhi oleh seluruh peserta dalam kongres.

Bapak Valent Djangoen selaku
ketua panitia kongres memaparkan hal-hal penting kepada peserta, antara lain; larangan untuk merokok dan berbicara ketika ada orang lain yang sedang berbicara. Pengarahan ini juga diselingi dengan senda gurau yang menghangatkan suasana malam Lembang yang semakin malam bertambah dingin. Aura keakraban makin terlihat saat Bapak Valent memperkenalkan seluruh panitia kepada peserta. Terlebih ketika seluruh pendukung acara yang berada di aula menyanyikan senandung Sahabat Sejati dari Sheila on Seven.

Di akhir acara, Bapak Valent juga menegaskan kepada setiap peserta untuk selalu mencium Sang Saka Merah Putih sebelum duduk untuk mengikuti
acara di aula. Hal ini diharapkan agar peserta sebagai generasi muda bangsa Indonesia lebih menghormati dan menghargai tanah airnya.
Seusai pengarahan, tujuh orang ketua kontingen berkumpul um
ntuk memilih perwakilan sebagai penyampai sambutan dalam pembukaan kongres keesokan harinya. Ketua Kontingen Jakarta Maria Detty Herlianingrum, yang juga pernah mengikuti Kongres Anak Nasional di Jakarta pada tahun 2004, terpilih menjadi wakil peserta untuk menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan kongres. Ketua kontingen lainnya, Ayu Surya Puspa Dewi (Bali), Moh. Setiawan Pangestu (Lembang), Hanura Terawawindia (Jogjakarta), Risa Priani (Semarang), Irsan Syaputra (Sumatra), dan Bernadetta Bleler (Flores) pun berharap agar selepas kongres, anak-anak makin mengerti dan memahami tentang hak dan kewajibannya.


2. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS DTI


Perjuangkan Hakmu, Saat ini juga!

25 Juni 2008- Anak-anak adalah Generasi muda bangsa. Kewajiban yang lebih tualah untuk selalu membi
mbing, menjaga, dan mengajarkan arti kehidupan agar kelak mereka menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, menghargai sesama, dan cinta terhadap tanah airnya. Makna tersebut sudah sepatutnya menjadi bahan pemikiran kita, para orang dewasa untuk memahami dan mengerti kebutuhan, hak-hak, serta kewajiban anak.

Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia yang secar
a resmi dibuka pagi ini, memberikan banyak gambaran tentang bagaimana seharusnya anak-anak dan orang dewasa bekerja sama dan berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan hal-hal yang sewajibnya diperolah oleh anak-anak.

Alunan lagu-lagu nasional yang mengawali acara pagi itu, mengkhitmadkan suasana. Seluruh peserta kongres berbaris rapi, ketua-ketua dari tujuh kontingen yang berasal dari Sumatra (Banda Aceh, Meulaboh, Medan), Jakarta, Lembang, Yogyakarta, Semarang, Bali, dan Flores membawa bendera merah putih, yang akan ditancapkan di depan arena kongres. Memasuki arena, tiap-tiap peserta mencium Sang Saka Merah Putih sebagai bentuk penghormatan terhadap negara. Lagu Indonesia Raya pun dinyanyikan bersama oleh seluruh peserta, dan pendukung acara ini.

Valent Djangoen, Ketua Pelaksana Kongres dalam sambutannya menyebutkan bahwa acara ini diselenggarakan dengan harapan agar hasil dari kongres ini dapat bermanfaat bagi SOS, pemerintah, lembaga-lembaga terkait, dan terutama seluruh anak Indonesia. Senada dengan Djangoen, Project Director SOS Desa Taruna Indonesia Sutrisno Setiawan menyerukan supaya kongres yang baru kali pertama digelar ini dapat memerdekakan setiap anak di Indonesia. Beliau juga mengajak seluruh peserta untuk terus bersama-sama memperjuangkan yang sudah seharusnya didapatkan anak-anak. Sebagaimana tema kongres kali ini “Setiap Anak Berhak Mendapatkan Keluarga, Lingkungan yang Sehat, Perlindungan dan Rasa Aman, serta Pendidikan dan Masa Depan”.

Sebagai wakil dari seluruh peserta, Maria Detty Herlianingrum juga turut menyampaikan ekspetasinya agar setiap anak tidak hanya duduk diam, tetapi juga mau mengeluarkan suara untuk kepentingan anak-anak. Terutama untuk mereka yang tidak memiliki kesempatan yang sama di luar sana.

Pembukaan Kongres diakhiri dengan
pembacaan doa yang dibawakan oleh empat orang peserta asal kontingen, Sumatra, Bali, Jakarta, dan Flores. Ramah tamah pun digelar setelahnya, harmoni nada Sahabat Sejati dari Sheila On Seven, menyemarakkan kongres, seluruh peserta dan pendukung acara larut dalam suasana persahabatan dan kekeluargaan yang luar biasa akrabnya.


Trust Building
Teleconfere
nce dengan Kak Seto mengawali sesi materi di hari pertama kongres ini. Kak Seto, sebagai ketua Komisi Anak Nasional, dan sejak lama menjadi aktivis anak serta pembicara tentang perlindungan anak, berpesan agar setiap peserta berani menyampaikan pendapat dan saran-saran yang berguna demi kemajuan bersama. Selain itu, peserta diharapkan untuk tetap cerdas, kreatif, gembira, dan mandiri selama kongres berlangsung.

Dalam Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia ini, para peserta dibekali dengan materi-materi untuk menstimulus sikap kritis mereka terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Di antaranya dengan permainan Gempa dan Angin. Awalnya setiap peserta harus mengambil gulungan kertas yang berisi nama kelompok mereka nantinya. Kemudian peserta dibagi dalam beberapa bagian yang membentuk sebuah lingkaran dengan satu orang di dalamnya sesuai dengan nama kelompok yang mereka dapatkan. Kejadian lucu pun terjadi, ternyata dua orang peserta tidak mendapatkan kelompok, namun pada akhirnya hal tersebut semakin mencairkan suasana.

Peserta yang mengelilingi bertindak sebagai rumah dengan menggabungkan tangan mereka di atas seorang anak yang berperan menjadi penghuni rumah tersebut. Ketika fasilitator meneriakkan “gempa” maka setiap penghuni harus keluar dari rumah tersebut dan mencari rumah lain. Dan ketika “angin” diteriakkan, peserta yang menjadi rumah harus menyebar dan membentuk rumah lain. Disaat fasilitator tidak mengomandoi mereka itulah saatnya para peserta untuk saling berkenalan dengan menanyakan nama, asal, bahkan nomor sepatu mereka. Unik juga.

Kejadian menarik sempat tercatat, ada seorang peserta yang berhasil mendapatkan 51 kenalan. Namun, ada dua orang yang tidak mendapatkan kenalan sama sekali. “Bolpennya macet kak,” begitu ujar mereka. Disambut dengan canda tawa dari seluruh peserta dan pendukung acara.

Ketika ditanya kesan pesan mengenai permainan ini pada salah satu peserta, Tanto (kontingen Yogyakarta) menyatakan bahwa setelah mengikuti kegiatan ini, ia bertambah percaya diri, tidak lagi pemalu, dan semakin aktif mencari teman. “Senang, gak malu lagi, bisa nambah teman dari mana-mana”.

Ditemui di sela-sela acara fasilitator materi tersebut, Nuryanto, mengatakan bahwa tujuan dari permainan ini selain sebagai ajang perkenalan, juga untuk membangun rasa percaya terhadap sesama, memahami bu
daya dari berbagai daerah, dan ikut berpartisipasi aktif antar satu sama lain dikalangan peserta.

Fasilitator agaknya sedikit kewalahan karena jumlah peserta yang cukup banyak, juga jumlah pasti peserta yang belum dikonfirmasi oleh panitia sebelumnya. Namun, kendala tersebut dapat dilalui sehingga acara dapat berjalan lancar sesuai rencana dan hal ini dijadikan evalusi ke depan agar setiap perubahan acara yang terjadi selalu dikoordinasikan dan dilaporkan antar pihak pendukung acara masing-masing.

Belajar kreatif

Orang kreatif adalah o
rang yang bisa memanfaatkan sesuatu untuk dirinya ataupun orang lain. Ia tidak akan mudah putus asa. Ia juga akan terbiasa dalam memanfaatkan waktu. Kreatif dalam berbuat merupakan potensi yang harus dimiliki oleh setiap orang.

Udin, fasilitator Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indon
esia mencoba membangun potensi ini terhadap anak-anak SOS. Lewat sebuah permainan menggambar ia mencoba untuk mendekonstruksi dan menelanjangi doktrin cara berfikir para peserta yang sudah berurat akar itu. Setiap anak diberi secarik kertas, dan mereka harus melukis sebuah pemandangan dalam waktu yang cukup singkat. Hasilnya..., hampir 99% pemandangan gunung yang terlukis.

Hal ini menunjukkan bahwa apa yang terekam di setiap kepala masing-masing peserta adalah sebuah doktrin berfikir yang telah terbakukan sejak lama. Kenapa gambar pemandangan itu mesti ada gunungnya?. Udin menjelaskan, itu adalah gerak alam bawah sadar. Sudah terkonsep dalam rentang waktu yang lama. Pemandangan adalah sesuatu yang kita pandang. “Kita bebas berkreasi dan bebas menggunakan imajinasi kita”, jelasnya.


Sebuah pengantar yang sangat dekonstruktif ini merupakan pintu yang mengajak mereka untuk masuk dalam sebuah dunia yang saling mengetahui dan memahami. Bukan sebatas mengetahui dan memahami orang lain, mengetahui kapasitas diri untuk mengenal apa yang bisa dikerjakan serta mampu melihat kesempatan dan melawan ancaman.

Semua peserta diajak untuk mengerti satu sama lain dan memberikan solusi atas persoalan yang dihadap
i temannya. 120 masalah dan 120 solusi terekam jelas dalam lembaran-lembaran buku catatan mereka. Luar biasa.

Belajar Efektif

Efektif dalam menggunakan waktu juga merupakan hal penting yang harus dimiliki. Orang yang mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhannya akan lebih bisa memilih prioritas dalam hidupnya.

Khoiri Nur Siddiq, Fasilitator Independen, dalam sesi manajemen waktu mengajak kepada semua peserta untuk berlatih mengatur waktu. Karena penggunaan waktu yang teratur akan mengantarkan pada kedisiplinan dan kesuksesan.

Kalau melihat kebutuhan dapat dibedakan dalam empat kategori. Pertama, kebutuhan yang penting dan mendesak. Ini harus dilakukan. Kedua, penting tidak mendesak, bisa ditunda. Ketiga, tidak penting tidak mendesak, bisa ditunda. Keempat, tidak penting tapi mendesak.

Permainan menembak dijadikan sebagai media untuk melatih konsentrasi, ketepatan dan kecepatan dalam menentukan pilihan. Peserta diajak bermain menembak. Mereka terbagi atas beberapa kelompok yang saling berhadapan. Kedua kelompok siap melakukan serangan berdasarkan konsentrasi memahami aba-aba dan ketepatan dalam menembak lawannya. “siap...cekrek-cekrek....sessss...doooor.....kelinci”, begitu suara aba-aba itu. Dan kelompok yang tertembak dengan disebut namanya harus segera melakukan serangan balik. Permainan semakin seru hingga tinggal tiga kelompok tanpa lawan.

Kegiatan kongres hari pertama diakhiri dengan pemutaran slide foto aktifitas pra pembukaan kongres. Seluruh rangkaian acara pada hari pertama kongres ini berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. “Semua berjalan dengan lancar karena telah kita siapkan jauh-jauh hari. Fasilitator bekerja dengan baik cukup mencairkan suasana. Walaupun ada sedikit kendala, ada yang sakit tapi sudah di obati oleh dokter”, kata Pak Lucas seksi acara kongres selesai penutupan hari pertama.

Peserta juga terlihat sangat menikmati kegiatan, seperti yang disampaikan oleh Willy, kontingen Lembang, mengungkapkan bahwa ia merasa senang karena mendapatkan banyak teman dan dapat lebih memahami tentang arti pentingnya kerjasama dan kebersamaan. Lain pula dengan Audy, kontingen Jakarta, ia mendapatkan manfaat dari materi yang telah diberikan fasilitator. Diakuinya mulai saat ini ia akan memulai untuk mengatur keuangannya. Kebutuhan penting dan mendesak akan diutamakan.***

3. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS DTI


Efektifkan Komunikasimu

26 Juni 2008 - “Waktu makan tinggal 10 menit lagi”, kata pak Yacob mengingatkan peserta kongres, panitia dan fasilitator untuk segera sarapan. Setelah melaksanakan aktivitas berdasarkan kebutuhan mereka, tepat jam 8 pagi, panitia dan fasilitator melakukan koordinasi dan inspeksi terhadap kesiapan pelaksanaan hari kedua kongres ini.

Para peserta telah siap dan memasuki aula untuk mencecap makna yang terkandung di balik permainan-permainan yang diberikan.
Namun ada sedikit kendala yang harus diselesaikan. Sisa kotoran kertas yang terpakai pada hari pertama dan debu-debu yang terbawa kaki-kaki peserta harus dibersihkan terlebih dahulu. Para panitia dan fasilitator dengan ikhlas membersihkan aula tersebut.

Sementara para peserta yang masih di luar tidak tinggal diam meraka mengambil sampah-sampah yang berada di luar aula untuk ditaruh pada tempatnya. Pak Yusuf bersama kontingen dari Flores kembali ke Training Center membersihkan sampah-sampah yang berada di tempat tersebut.

Setelah aula siap, semua peserta kembali memasuki ruangan. Widya salah seorang fasilitator pendamping menyampaikan ice breaking dengan game “jika aku menjadi...maka aku akan...” sebagai menu pembuka. Para peserta dibagi dalam dua baris panjang. Barisan pertama menuliskan “jika aku menjadi...” sesuai dengan isi hati masing-masing. Begitupula barisan kedua menuliskan “maka aku akan...”.

Tertawa riang ketika dibacakan salah satu tulisan dari barisan pertama dan dijawab oleh barisan kedua. Tampak ada kesesuaian antara keinginan yang dibacakan oleh salah satu barisan pertama dan jawaban yang dibacakan oleh salah satu peserta baris kedua. Terkadang juga tidak berkaitan. Ini yang membuat mereka tertawa dalam kegembiraan.

Materi kepemimpinan atau leadership hari ini disampaikan oleh Hilyatul Auliya, Fasilitator Independen dibantu oleh fasilitator pendamping. Peserta dibagi menjadi dela
pan kelompok. Secara karakter mereka terbagi dalam dua kelompok peradaban. Peradaban Victoria, sebuah peradaban yang menggambarkan orang-orang bebas yang penuh hura-hura. Sementara peradaban Alpha, menggambarkan orang-orang yang santun dan berbudi. Setiap kelompok harus menjalankan dan mentaati peraturan masing-masing. Mereka juga berkewajiban melakukan ekspansi ke peradaban lainnya.

Peradaban victoria tampak lebih agresif dan melakukan berbagai manuver untuk menaklukkan peradaban alpha. Namun hanya beberapa peradaban alpha yang terpengaruh oleh manuver tersebut.

Menurut Sandi salah
satu fasilitator pendamping kongres, permainan ini dimaksudkan agar seorang pemimpin itu tidak mudah terpengaruh oleh orang lain tetapi mau menerima saran dan kritik, sabar serta bertanggungjawab. Sementara Danto, kontingen asal Jakarta mengatakan, “kita tidak boleh melakukan kekerasan karena dari kecil pun kita diajarkan untuk tidak melakukan kekerasan, maka stop kekerasan di Indonesia, Merdeka!”. Karena menurutnya peradaban yang dibangun oleh Jay Victoria adalah peradaban yang tidak menghargai kemanusiaan dan sarat kekerasan.

Seorang pemimpin juga harus teguh dan tekun dalam menjalankan amanatnya. Dia tidak boleh tergesa-gesa dalam mengambil langkah tetapi musti memperhitungan kemungkinan akibat yang akan ditimbulkan. Karena keberhasilan seorang pemimpin harus dibarengi dengan kesiapan visi dan ketekunan dalam bekerja. Nuryanto, Fasilitator Independen menjelaskanya dalam sebuah game “maju kena mundur kena”.
Pada game ini peserta dengan timnya masing-masing berlomba mendapatkan sebuah bendera yang berada di depannya. Kelompok pertama dengan hitungan dari jumlah 20, 19, 18, sampai angka nol, setelah berhasil mengestafetkan bola hanya diperbolehkan melan
gkahkan kakinya setapak. Sementara kelompok kedua dengan hitungan dari jumlah lebih besar yaitu 35, 34, 33, sampai nol diperbolehkan melangkahkan kakinya dengan lebar. Permainan berlangsung seru, banyak kelompok yang gagal melakukan game ini.

Namun justru kelompok yang hanya melangkahkan kakinya setapak yang berhasil mendapatkan bendera dan menjadi juara. Menurut Dian salah seorang Fasilitator Pendamping asal Jogja, hal ini tidak sekadar permainan namun ada makna yang terkandung, “kalau kita melihat permainannya justru yang melangkah setapak yang memenangkan perlombaan. Karena tidak semua yang besar itu berhasil tetapi justru dari hal yang paling kecil dan dilakukan dengan tekun itu akan membuahkan keberhasilan”

Sebelum melakukan ishoma, istirahat, sholat dan makan karena masih tersisa waktu, permainan “peluang dan tantangan” disuguhkan sebagai pelepas kelelahan dari aktivitas yang telah dilakukan sejak pagi. Namun permainan ini justru menambah semangat dan menyadarkan serta meyakinkan mereka bahwa kedatangan mereka di Lembang untuk melakukan kongres dan merupakan calon duta anak nasional SOS Desa Taruna Indonesia.

Sukses adalah Mampu Berbicara

Orang yang sukses adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan baik. Begitulah sang manajer satu miliar, Rheinald Kasali mencoba mengungkapkan rahasia keberhasilan yang ia raih selama ini.

Pada hakikatnya manusia telah dibekali kemampuan berkomunikasi oleh Sang Maha Esa, sejak dan sebelum terlahir di dunia ini. Ketika pertama kali, sang bayi menghirup udara di luar rahim ibu, ia telah memiliki akal pikiran dan panca indera untuk dapat melakukan kegiatan dan berinteraksi dengan alam semesta dan isinya. Pasti, bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, namun baik atau tidaknya kembali bergantung pada manusia itu sendiri. Tentang bagaimana ia berproses, belajar, dan berlatih untuk menjadi seorang komunikator ulung.

Kali ini, peserta diajak untuk dapat mengkomunikasikan apa yang dipikirkannya kepada khalayak mel
alui materi Public Speaking. Peserta terbagi dalam kelompok-kelompok komisi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bila sebelumnya peserta banyak distimulus dengan permainan-permainan yang dapat menyegarkan suasana, maka kali ini peserta diarahkan pada pembelajaran yang lebih serius namun tetap santai ala anak-anak. Nuryanto yang menfasilitasi peserta, mengawali materi dengan memberi contoh tipe-tipe orang yang sedang berbicara di depan khalayak. Ada yang gemetaran, mengelus-elus perutnya sendiri, sampai berbicara lantang tetapi sangat singkat. Pembawaan fasilitator yang lucu, meramaikan sesi ini. Seluruh peserta dibuat terpingkal-pingkal karena aktingnya.

Seperti yang disampaikan oleh Nuryanto, Public Speking bukanlah hal yang mudah tetapi bukan pula hal yang rumit untuk dilaksanakan. Public Speaking sendiri adalah kegiatan berbicara di depan umum, utamanya berceramah atau berpidato. Secara luas aktivitas Pulic Speaking mencakup semua aktivitas komunikasi lisan di depan khalayak umum. Seperti membawakan acara (MC), menyajikan sesuatu
(presentasi), dan diskusi.

Persiapan harus dilakukan Speaker, sang pembicara, agar mampu dan sukses berbicara di depan publik. Beberapa di antaranya adalah mempersiapkan mental, dengan belajar mengalihkan energi negatif menjadi energi positif yang dapat mengurangi grogi, kemudian rajin berlatih di depan kaca ketika berbicara agar wajah tidak terlihat tegang. Selain itu, mempersiapkan materi dengan rajin membaca agar tidak kehabisan bahan atau topik ketika menyampaikan sesuatu.

Untuk itu, fasilitator mulai menstimulus peserta agar dapat berbicara di depan umum melalui nonton bareng sebuah film independen. Film yang berjudul Perempuan dan Korupsi ini menggambarkan seberapa fatal efek korupsi terhadap masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak. Peserta, selain dengan serius mengikuti alur cerita yang kian lama kian menarik, sembari tertawa karena adegan-adegan kocak yang terjadi di film, juga mencatat hal-hal menarik yang berhubungan dengan permasalahan anak-anak.

Seusai menonton, peserta kemudian kembali berkumpul dalam komisi-komisi untuk berdiskusi dan memaparkan hal-hal penting apa yang dapat dikritisi dari pemutaran film tersebut. Dalam satu kelompok dipilih, notulis yang mencatat pendapat dari teman-temannya serta moderator untuk mengatur jalannya diskusi agar berlangsung dengan sistematis.

Setiap peserta wajib berbicara tanpa terkecuali. Banyak pendapat yang sangat bagus keluar dari peserta berdasarkan sudut pandang komisinya masing-masing. Di akhir materi, seluruh komisi disilakan tampil ke depan untuk berbicara tentang apa yang dirasakan setelah menonton film tersebut dalam waktu 10 detik per-peserta. Komisi Lingkungan mendapat giliran pertama untuk memaparkan opininya, seperti: perihal pembangunan jalan yang rusak di pedesaan, sebaiknya pemerintah memberi bantuan dalam bentuk material bangunannya saja dibandingkan suntikan dana, agar kemungkin dana dikorupsi semakin kecil. Kemudian berurutan, komisi Pendidikan, yang menyampaikan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan cuma-cuma dari pemerintah.

Komisi Partisipasi beranggapan bahwa segala hal yang menyangkut kepentingan bersama, seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga masyarakat turut membantu setiap program yang dilaksanakan. Tidak kalah dengan komisi-komisi yang lain, komisi perdamaian menyuarakan agar orang tua tidak melakukan maupun memperlihatkan tindakan kekerasan terhadap dan atau kepada anak-anak. Komisi terakhir yang sekaligus menutup acara, Komisi Perlindungan anak, menyerukan pengahargaan terhadap anak-anak dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari mara bahaya, kekerasan, dan tindakan-tindakan destruktif lainnya.


Orientasi Kongres
Setalah makan
malam tepat pukul 19.00 peserta kongres kembali memasuki aula untuk mengikuti orientasi kongres anak dari penanggung jawab fasilitator Kongres Martanti Endah Lestari. Dalam orientasi ini ia menghimbau agar semua peserta kongres bersungguh-sungguh dan serius dalam melaksanakan kegiatan. "Kongres ini tidak main-main, semua harus bersungguh-sungguh,” ujar perempuan yang akrab dipanggil mbak Tata ini.

Ia juga mengingatkan agar peserta kongres melakukan yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. Tidak ada persaingan yang saling menjatuhkan. Dan selama kongres ia juga mengingatkan agar peserta selalu menyampaikan usulan secara santun, bertanggung jawab, dan solutif. Karena segala sesuatu yang dilakukan maupun yang diucapkan adalah untuk memperjuangkan hak anak-anak Indonesia.

Setelah peserta di
tantang kesiapannya untuk berkongres, orientasi diakhiri dengan uji nyali tampil di depan menyampaikan kesan-kesan selama dua hari mengikuti kongres. Kemudian acara dilanjutkan dengan sosialisasi kelembagaan SOS oleh Project Director SOS Desa Taruna Sutrisno Setiawan. Ia memperkenalkan pendiri SOS Kinderdorf yaitu Hermann Gmeiner dan para penerusnya. Tayangan slide foto dan beberapa keterangan tentang SOS juga menemani presentasi ini.

Dalam sosialisasi ini Sutrisno mengatakan bahwa Anak SOS tidak hanya anak-anak yang ada di Village, tetapi juga anak-anak yang dibina melalui Family Strengthening Program (FSP). SOS memiliki tiga program, yaitu; Family Based Care, Family Strengthening Program (program ketahanan keluarga), dan Relief Program untuk membantu korban-korban bencana.

Setiap program yang dilaksanakan SOS Desa Taruna, lanjut Sutrisno, selalu dilandasi dengan
semangat cinta kasih yang tidak pernah terputus. Ia pun mengharapkan agar semangat tersebut tergambarkan dalam setiap tindakan anak-anak SOS Desa Taruna.

Salah satu bukti nyata dari penerapan semangat tersebut diperlihatkan oleh Witnowati, seorang anak “SOS mandiri” SOS Desa Taruna Lembang, yang rela berjalan kaki berkilo meter untuk menolong seorang ibu yang hendak melahirkan.

Mengakhiri sesi ini Pak Tris – biasa Beliau disapa - mengajak semua yang hadir untuk merefleksikan di
ri terhadap apa yang sudah dikerjakan selama ini dengan terus bersyukur kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah diberikan pada kita.***

4. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia


Kongres Sebenarnya
Dimulai Hari Ini

27 Juni 2008 - “Apa
makanananmu hari ini?” teriak Nuryanto, salah seorang fasilitator Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia, “Diskusi! Diskusi! Diskusi!” jawab peserta kongres serempak. Semangat berdiskusi tampak jelas di setiap raut wajah anak-anak yang merupakan Duta Anak SOS Desa Taruna se-Indonesia itu.

Berbeda dengan hari sebelumnya, kali ini peserta memasuk
i babak baru dalam rangkaian kongres. Inti dari seluruh kegiatan kongres dilakukan pada hari ini. Peserta kembali dikumpulkan di aula untuk menyusun serta mengesahkan tatatertib Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia. Berbekal rancangan tatatertib yang terlampir dalam buku pegangan kongres, sidang tatatertib pun dimulai.

Dijadwalkan sidang mulai pukul 08.00 WIB. Namun, sebelum sidang berjalan peserta mendapatkan pengarahan mengenai tatacara persidangan dari Nuryanto dan Lia. Sidang pun baru dimulai pukul 08.30 dan yang bertindak sebagai pimpinan sidang adalah Maria Detty Herlianingrum (Jakarta) dibantu Fatimah (Lembang) sebagai sekretaris dan Ridwan Sanusi (Yogyakarta) selaku notulis.

Persidangan berjalan dengan lancar. Pada awalnya hanya sebagian peserta yang tampak berpartisipasi aktif. Namun, setelah membahas beberapa pasal yang ada, peserta yang mulan
ya hanya diam pun ikut bersuara. Jalannya sidang dibanjiri dengan interupsi dari peserta. Mereka memberikan pendapat, saran, dan sanggahan. Nampaknya slogan ”Bicara, Siapa Takut!” yang telah diajarkan oleh fasilitator tertanam di benak peserta.

Ruang aula tempat sidang berlangsung memanas saat membahas hak dan kewajiban peserta Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia dalam pasal 7 dan 8. Salah seorang peserta menyarankan penambahan satu poin dalam pasal 7 yang mengatur hak peserta untuk menjadi Duta Anak Nasional. Suasana sedikit mencair saat Baskoro (Lembang) pun meminta penambahan poin pada pasal yang sama, ”saya mau semua peserta mendapatkan konsumsi,” saran ini membuat semua yang ada di dalam aula terbahak-bahak.

Selain keberanian mengungkapkan pendapat, kekritisan peserta pun terasah. Komang Suyasa (Bali) menyatakan ketidaksukaannya atas penulisan ”SOS DTI” yang tercantum dalam pasal 9 ayat 1. ”Selama ini SOS Desa Taruna Indonesia sudah memberikan banyak kasih sayang, masa kita tega menyingkat namanya menjadi DTI,” papar Suyasa dengan logat Bali-nya yang kental. Pandangan Suyasa ini disambut dengan tepuk tangan baik dari peserta sidang maupun para fasilitator.

Semangat peserta mengemukakan pendapat membuat pimpin
an sidang kewalahan. karena waktu terbatas, pimpinan sidang, Detty, pun harus beberapa kali menenangkan peserta yang berisik. Ia pun dengan tegas menyudahi pembahasan sebuah pasal saat dinilainya sudah banyak yang memberikan pendapat.

Sidang selesai tepat pukul 10.05 WIB. Tatatertib yang sudah disahkan harus dipatuhi oleh seluruh peserta agar setiap kegiatan yang ad
a selama kongres dapat berjalan dengan lancar. Namun, tetap saja ada yang melanggar tatatertib. Empat orang peserta dipanggil ke depan ruangan karena tidak memakai tanda pengenal. Padahal pada hari pertama kedatangan mereka sudah diberitahukan untuk selalu memakai tanda pengenal tersebut. Hanya dua dari mereka yang bisa membuktikan bahwa tanda pengenalnya masih ada. Sedangkan dua yang lainnya, Yohanes dan Don (keduanya dari Lembang) tidak bisa menunjukkan pengenalnya. ”Tanda pengenal saya dipinjam Mas Kenut,” terang Yohanes dan Don.

Fasilitator memb
enarkan bahwa tanda pengenal itu memang diambil oleh Mas Kenut karena kedua peserta tersebut dianggap sekongkol untuk tidak mematuhi instruksi dari fasilitator. Yohanes dan Don membantahnya, mereka tidak pernah berniat untuk berbuat nakal. Wajah kedua ”tersangka” itu pun menegang, bahkan muka Yohanes sudah merah padam.
Kekecewaan pun tampak pada raut Ketua Panitia Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia Valent Djangoen. Ia pun menghukum kedua peserta itu untuk berdiri di atas kursi. ”Baik, sekarang mari kita semua bernyanyi Selamat Ulang Tahun untuk kedua teman kita yang berulang tahun hari ini,” ujar Valent. Semua yang ada di aula pun bernyannyi dengan keras, sedang
kan Yohanes dan Don hanya tertawa lebar sekaligus lega karena mereka hanya dikerjai.

Sejatinya berulang tahun bertepatan dengan pelaksanaan Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia akan menjadi sebuah kenangan tak terlupakan. Apalagi mendapatkan ”kejutan” dari fasilitator dan panitia kon
gres. Kebahagian makin ini bertambah saat mereka mendapatkan bingkisan hadiah ulang tahun dari panitia. Selamat ulang tahun!

“Di Pasar Banyak Korban Mutilasi”
Tatatertib Kongres Anak Nasional telah selesai dibahas. Masih banyak peserta yang “greget” ingin menginterupsi. Tapi apa daya, waktu telah habis dan materi pun segera berganti. Kini giliran mbak Tata yang beraksi.

Suasana mulai be
rubah ketika materi mulai disampaikan. Sudah dua hari ini peserta disuguhi rangkaian acara yang bersifat permainan, dan kini giliran materi serius yang mereka dapat. Bagaimana tidak, pada anak-anak peserta kongres, Mbak Tata menerangkan soal Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Memang cukup berat, tapi justru adalah hal yang penting bagi anak untuk mengetahui hak-hak mereka. Sebab seperti yang dijelaskan Mbak Tata, anak adalah manusia yang memiliki hak dan martabat yang sama dengan yang lain.

Kesimpulan dari penjelasan mbak Tata ini, bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tapi jangan salah, sebab anak pun mempunyai kewajiban pula, yaitu menghormati orang tua, wali dan guru. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman. Seperti kata lagu, ”Hormati gurumu sayangi teman. Itulah tandanya kau murid budiman!”

Walau terlihat
lelah, para peserta kongres masih sanggup untuk berkonsentrasi dan mendengarkan penjelasan Mbak Tata. Sesekali memang terekam beberapa anak yang mengantuk, atau mengobrol dengan sesamanya. Tapi justru itu menjadi tantangan bagi Mbak Tata untuk membuat materi yang penting ini menjadi menarik.
Lalu diputarlah film animasi berjudul ”Tikus Tanah dan Buldoser”. Film ini menceritakan seekor tikus yang dengan berbagai upaya melindungi taman bunga
nya yang hendak dirusak oleh buldoser. Lalu apa pesan yang ingin disampaikan film ini?
”Berusahalah untuk
melindungi sesuatu! Apa pun yang bisa dilakukan oleh kawan-kawan, entah melalui film animasi, atau apa pun, ya, lakukan! Asal pesannya sampai.”
Yap! Ini memang pengantar dari Mbak Tata untuk memasuki acara selanjutnya, yaitu menemukan masalah yang terjadi di sekitar peserta
kongres. Dan lihat apa yang mereka temukan!
Gong!
Bunyi gong ditabuh. Setelah mereka mendapat penjelasan dari Mbak Tata, peserta kemudian berdiskusi untuk menemukan masalah di tempat masing-masing kontingen. Dan setelah gong berbunyi, berarti kini giliran kelompok dari tiap SOS maju ke depan menceritakan masalah yang berhasil mereka temukan selama diskusi di taman pada kawan-kawan yang lain. Hasilnya cukup membuat hati kita sedih.

Banyak anak jalanan yang disuruh mengemis dan berjualan koran,
yang ironinya disuruh orang tua mereka sendiri. Daftar perdagangan anak, gizi buruk, sampai lapangan bermain yang hilang juga semakin menambah daftar yang mereka tulis di kertas. Di Lembang, masih ada anak yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak mempunyai buku pelajaran dan tidak bisa membayar uang sekolah. Yang mengerikan, di Medan ada anak yang kepalanya dijadikan tumbal untuk membangun jalan. Sungguh tak terbayangkan, bila di bawah jalan yang biasa kita lewati, terdapat puluhan kepala anak yang tak berdosa.

Tapi kita tak ingin
memaparkan masalah tanpa memberi solusi, tentunya. Seperti yang dikatakan Mbak Tata sebelumnya, kita harus mencari solusi walaupun dalam bentuk yang paling sederhana.
Lalu para peserta kembali berdiskusi di taman sesuai kontingennya, untuk mencari solusi dari masalah yang ditemukan dari kontingen lain. Kontingen Sumatera memikirkan solusi untuk masalah anak di Jogjakarta. Sementara kontingen Lembang memikirkan solusi untuk masalah anak di Sumatera. Begitu seterusnya.
Menurut kontingen dari Semarang, karena kekerasan biasa dilakukan orang terdekat, maka mau tak mau harus ada komunikasi. Menurut mereka, masyarakat juga harus peka terhadap tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan mereka. Sementara menurut kontingen Bogor, sebaiknya orang tua sadar kalau anak dilindungi oleh Undang-Unda
ng Perlindungan Anak. Sementara anak sendiri harus paham terhadap hak dan kewajibannya.
Tapi bukan anak-anak namanya kalau tidak dibawa dengan gaya gurauan. Permasalahan mem
ang serius, solusi yang diberikan juga tentu dipikirkan dengan serius. Tapi pembawaan tetap bisa santai. Seperti kontingen dari Lembang, misalnya. Ketika didatangi dan ditanya permasalahan saat berdiskusi, dengan mimik yang dibuat serius, mereka menjawab, ”Iya teh, di sini banyak mutilasi. Apalagi di pasar.”

Tentu yang mendengar merasa kaget dan mengurut dada mendengar masalah tersebut. Tapi tiba-tiba pernyataan itu kembali dilanjutkan, ”Iya teh! Itu! Mutilasi ayam! Udah dimutilasi, dijual lagi. Kan kasian...”
Kontan semua peserta kontingen Lembang tertawa, karena berhasil mengerjai sang penanya.
Kalau ada yang memotret, jangan harap para peserta diskusi ini
akan diam. Mereka pasti akan berhenti sejenak untuk kemudian bergaya. Begitulah memang tingkah polah peserta diskusi ini. Selalu riang serta gembira!

Mereka Bicara....
”Semua panitia kel
uar!”
Satu per satu panitia yang malam itu mendampingi peserta berhamburan keluar. Peserta bingung. Suasana di ruang makan yang saat itu disulap menjadi aula dibuat tegang. Masih ada yang bertanya-tanya mengapa malam itu peserta dikumpulkan dan panitia disuruh keluar.
Ternyata setelah seharian ini peserta dari berbagai kontingen disuruh mencari permasalahan di daerah masing-masing, tiba giliran mereka menilai SOS di wilayah mereka sendiri. Penilaian dilakukan dari dua sisi, menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.

Ruang makan malam itu menjadi sebuah arena diskusi dari empat kontingen yang tergabung dalam Family Strengthening Program (FSP). Peserta diskusi yang berjumlah sekitar 44 orang ini mengungkapkan kritikan tanpa sungkan bila dianggap perlakuan FSP selama ini kurang berkenan bagi mereka. Mereka pun tak ragu untuk menyatakan kekagumannya pada SOS.
Dari diskusi yang berlangsung selama satu jam berbagai kritikan terlontar, di antaranya; SOS tidak menepati janji untuk membiayai sekolah anak FSP secara penuh.
Akibatnya setelah biaya sekolah dihentikan maka pendidikan formal mereka pun akan terhenti.
Peserta diskusi pun menganggap terkadang SOS belum mendengarkan aspirasi mereka seutuhnya. Contohnya, saat kegiatan pra kongres seorang peserta menginginkan masuk dalam
sebuah komisi yang dikehendaki, tetapi ia malah dipindahkan ke komisi yang kurang disukainya.
Namun demikian mereka juga senang atas penghargaan yang diberikan SOS bila berhasil meraih suatu prestasi. Mereka pun senang karena selama berada di bawah naungan SOS mendapatkan keluarga dan teman baru.
Suasana tegang di awal diskusi ternyata tidak berlanjut hingga akhir. Di tengah-tengah diskusi ketegangan itu mulai mencair. Hal ini disebabkan beberapa peserta sering mengeluarkan komentar lucu khas anak-anak. Tak jarang mereka tertawa terpingkal-pingkal.
Menjelang akhir diskusi, tiba-tiba seorang peserta dari kontingen Bogor menginterupsi. Padahal sebentar lagi diskusi harus seger
a berakhir, sementara agenda masih banyak.
”Tunggu dulu sebentar!”
Semua mata langsung tertuju pada penginterupsi tadi.
”Hoi! Bangun!” Sahutnya sambil menggebrak meja.
Ternyata ia sedang membangunkan kawannya yang tertidur saat diskusi. Tak ayal kejadian tersebut mengundang tawa dan tepuk tangan dari para peserta.

Dengarkan Kami
“Perlu ditambahkan pada pasal kewajiban peserta kongres tentang keikutsertaan, bahwa setiap peserta mengikuti secara penuh kegiatan kongres ditambah (tanpa ada tekanan),”secuplik usulan dari salah seorang peserta
kongres anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia saat melakukan sidang tatib peserta kongres. Begitu usulan itu disampaikan sambutan riuh gembira dan tepuk tangan meramaikan suasana.
Ruang bebas berekspresi dan bebas dari tekanan bagi anak-anak ternyata memberikan wahana tersendiri bagi anak-anak SOS yang tinggal di Village. Perjalanan kongres pada hari ketiga mengantarkan para peserta untuk mencoba menguraikan, memaparkan dan mencari solusi atas persoalan yang mereka temukan. Setiap kontingen berkumpul, berdiskusi saling mengingat seluruh persoalan yang pernah mereka saksikan
dan mungkin pernah mereka rasakan.
Serius, namun terkadang terkesan bermain-main. Itulah ekspresi bebas yang masih pantas dilakukan anak-anak dalam melakukan pekerjaannya. Namun tak ada satu pun peserta dalam kontingen yang tidak aktif. Mereka tampak antusias dalam memberikan pendapat masing-masing.
Kontingen Sumatera, Lembang, Jakarta, Semarang, Bali dan Flores yang merupakan program FBC (Family Based Care) atau juga disebut village dengan serius membahas persoalan-persoalan yang terjadi dalam village masing-masing. Begitu Nuryanto dan Khoiri, Fasilitator Independen meminta kepada mereka untuk menyampaikan masalah yang terkait dengan diri mereka masing-masing.
“Masalah itu akan dialami oleh siapa pun, di mana pun dan kapan pun, yang penting kita bisa mengerti masalah tersebut serta mempunyai keinginan untuk bisa memecahkannya, bukan sebaliknya,” jelas Nuryanto kepada peserta. “Ketika mengakhiri masalah dengan kebencian, maka ia berarti mengakhiri masalah dengan masalah,” tambahnya.

Nuryanto, Fasilitator asal Temanggung ini mengatakan, menghindar dari masalah bukan berarti telah bebas dari masalah. Karena masalah yang dipendam akan mendatangkan masalah yang lebih besar lagi. “Jangan takut menghadapi masalah”, himbaunya.

Setiap peserta kontingen menceritakan pengalaman mereka m
asin g-masing dan menuliskannya dalam satu lembar kertas. Mereka tidak sekadar mengkritisi namun juga memberikan solusi bagaimana seharusnya. Beragam persoalan muncul mulai dari masalah ketidakadilan, kekerasan, sampai penelantaran.

Walaupun demikian, bukan berarti ruang eksplorasi ini memberikan legitimasi atas kekritisan mereka sehingga memungkinkan untuk melakukan sebuah tindakan perlawanan. Nuryanto menjelaskan kepada peserta
, forum ini sebagai wahana refleksi dan mencari solusi.
“Di balik warna hitam, ada warna putih,” terang Nuryanto sambil menggambarkan Yin dan Yang. “Tidak semua yang jelek tidak ada gunanya. Sebaik apa pun seseorang pasti ada keburukannya, pun juga sebaliknya,”imbuhnya. Namun ruang yang merdeka tanpa tekanan tetap harus diberikan kepada anak-anak untuk kebaikan tumbuh kembang mereka. Karena merupakan hak setiap anak mendapatkan sebuah ruang merdeka tanpa tekanan.***

5. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia


Kongres Susun Rekomendasi

28 Juni 2008 - Kembali sibuk. Jam 6 pagi para peserta sudah mulai beraktivitas. Kali ini acara pertama diisi dengan pemutaran film indie, yang seharusnya dilakukan sejak kemarin malam. Para peserta pun harus bangun pagi-pagi agar tidak terlambat mengikuti sesi ini.
Jam 8 pagi, aula sudah disekat menjadi 5 bagian. Peserta dikumpulkan sesuai komisinya masing-masing. Berurutan Komisi Lingkungan, Pendidikan, Partisipasi, Perdamaian, dan terakhir, Perlindungan. Peserta harus memulai hari ini dengan semangat, sebab agenda hari ini adalah sidang, sidang dan sidang. Tentu saja tetap dengan makanan yang harus mereka santap dengan berteriak lantang, “Diskusi...diskusi…diskusi!”
Mas Khoiri, mas Udin, mas Anto, mas Ibad, dan mbak Lia nampaknya sudah siap memberi pengarahan hari ini. Mereka mulai dengan pengantar sebelum sidang di tiap-tiap komisi. Tentu dengan gaya masing-masing.
Yang pagi itu nampak ramai adalah komisi partisipasi. Saat fasilitator independen lain memberikan materi, mas Anto yang menjadi pembimbing di komisi ini malah menyuruh pesertanya menggambar. Dengan berbekal satu kertas gambar di depan, mas Anto memulai dengan satu garis. Tiap anak kemudian disuruh menyambungkan garis tersebut menjadi satu gambar utuh. Lalu jadilah gambar pemandangan, yang disusun dari garis per garis.
Mas Anto kemudian menyuruh peserta menggambar lagi. Bedanya, kali ini tiap anak disuruh menggambar sesuai imajinasi masing-masing. Dan berhamburanlah gambar acak dari peserta tersebut. Gambar tahu, bendera, gelas, sampai kumbang bercampur jadi satu.
”Ini gambar apa?” tanya mas Anto pada gambar pertama yang mereka buat. Serempak mereka mengatakan, ”Pemandangan!!”. Dan ketika gambar kedua disodorkan, terjadi kekacauan. ”Tahu! Bendera! Kumbang bermata satu!” sahut peserta berteriak sesuai gambar masing-masing. Karena tak ada satu suara yang sama, mas Anto kembali mengulang pertanyaan, ”Gambar apa?” Jawaban tetap sama.
”Tahu! Bendera! Gelas! Kumbang bermata satu!” tiap peserta mempertahankan gambar masing-masing. Tak ada yang mau kalah.
Lalu apa kesimpulan dari gambar ini?
Pada gambar pertama, ketika peserta disuruh menyambungkan garis per garis menjadi sebuah gambar, mereka memiliki kesempatan untuk membayangkan hendak menjadi apa gambar itu nantinya. Juga untuk mengetahui prosesnya. Sementara di gambar kedua mereka justru mengartikan sendiri-sendiri. Sehingga tak ada satu kesimpulan utuh yang bisa didapat.
Seperti yang dikatakan mas Anto, ”Sebuah keinginan bersama bisa terjadi karena proses itu terpahami bersama-sama. Dan dalam satu keinginan meskipun ada perbedaan, tidak menutup kemungkinan ada persamaan.” Yap! Inilah yang dinamakan partisipasi.
Ini adalah pengantar dari sidang antar komisi hari ini. Sidang yang tentunya butuh partisipasi dari setiap peserta, untuk memikirkan masalah bersama dan menghasilkan sebuah rekomendasi. Tak tanggung-tanggung, rekomendasi ini nantinya akan diberikan pada pemerintah. Karena itu, ayo berusaha untuk bersama-sama memikirkan rekomendasi yang terbaik bagi permasalahan anak saat ini! SOS! To Be Better!
Peserta harus memikirkan masalah yang sekiranya sesuai dengan komisi mereka masing-masing. Tidak hanya memikirkan, tetapi juga mencarikan solusi dan pada akhirnya direkomendasikan pada pihak-pihak yang berwenang. Menyadari tugas mereka tidak mudah, peserta pun memeras otak menghasilkan rekomendasi yang baik.
Sidang masing-masing komisi berjalan cukup lancar. Setiap anggota komisi mengajukan pendapat, terkadang mereka malah memberikan gambaran sebuah masalah yang ada di daerah asal mereka secara mendetil. Misalnya, salah seorang anggota Komisi Partisipasi menceritakan pengalaman di sekolahnya. Diceritakannya bahwa dalam setiap pembuatan tatatertib yang bersinggungan dengan kepentingan siswa, beberapa perwakilan dari siswa diajak serta dalam pembuatan keputusan. Merasa terlibat dalam pembuatan keputusan membuat siswa mempunyai tanggung jawab moral untuk mematuhi keputusan yang sudah ditetapkan.
Cerita-cerita dari daerah lain pun bergulir. Sehingga pada akhirnya muncul beberapa rekomendasi yang diusulkan agar setiap anak bisa ambil bagian dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan mereka. Pada intinya, mereka tidak lagi hanya duduk terdiam menunggu perintah untuk melakukan sesuatu dari orang dewasa, karena mereka pun mempunyai kemampuan untuk memulai dan ikut berperan aktif dalam kegiatan apapun.
Diskusi di komisi-komisi lain pun berjalan dengan tertib. Tak jarang terdengar perdebatan bila ada pendapat yang dianggap kurang pantas untuk dimasukkan dalam rancangan rekomendasi yang akan diajukan ke sidang pleno. Melihat keadaan mulai menegang para fasilitator pendamping berusaha mendinginkan suasana rapat komisi. Ada saja cara mereka membuat semangat peserta rapat, disuruh menari, menyanyi, bahkan ada pula yang diajak untuk menciptakan sebuah yel-yel.
Setelah masing-masing komisi menyelesaikan rapat, agenda acara pun dilanjutkan dengan sidang pleno. Semua komisi berkumpul di aula. Sidang dipimpin oleh Ridwan Sanusi (Yogyakarta) dibantu oleh Anggie (Jakarta) selaku wakil ketua, sedangkan sekretaris dijabat oleh Fatimah (Lembang). Komisi Pendidikan menjadi yang pertama mempresentasikan rancangan rekomendasi yang telah mereka buat.
Terra, perwakilan Komisi Pendidikan, memaparkan beberapa rekomendasi. Sebagian peserta sidang yang awalnya tampak kurang antusias, tiba-tiba teralihkan perhatiannya saat komisi ini menyoroti masalah Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan seorang siswa. Komisi ini merekomendasikan agar standar UN dinaikkan setiap tiga tahun sekali.
Tiga peserta sidang yang semuanya berasal dari Bali, Ayu, Suyasa, dan Wawan, menolak rekomendasi yang ditawarkan. Menurut mereka bila standar UN dinaikkan tiga tahun sekali maka cita-cita mencerdaskan bangsa akan lama terwujud. ”Ada baiknya standar UN dinaikkan setiap tahun. Namun, kenaikkannya secara bertahap,” ujar Suyasa yang langsung disambut tepuk tangan peserta sidang lainnya. Pimpinan sidang pun mengesahkan usulan Suyasa tersebut.
Komisi Partisipasi menjadi yang kedua untuk menyampaikan rekomendasi mereka di depan sidang pleno. Inti dari pemaparan komisi ini adalah terbuka lebarnya kesempatan anak-anak untuk berpartisipasi dalam setiap kondisi. Detty, Ketua Komisi Partisipasi, menyerukan agar pemerintah, masyarakat, serta orang tua tidak membatasi hak setiap anak untuk berpartisipasi.
Detty pun mengingatkan setiap peserta yang hadir untuk sadar bahwa mereka punya hak untuk berpartisipasi di segala bentuk kegiatan. Contohnya, dalam mengahadapi fakta bahwa bumi sekarang mengalami pemanasan global, ada baiknya anak-anak pun aktif untuk tidak memperparah kondisi tersebut. ”Sebaiknya kita menggunakan kendaraan umum bila ingin bepergian, dengan tidak menggunakan kendaraan pribadi kita bisa mengurangi penggunaan BBM,” papar anggota komisi lainnya, Aan (Yogyakarta).
Usulan demi usulan pun terus diutarakan oleh penyaji. Peserta seakan tidak mau kalah mereka dengan semangatnya tetap mengajukan saran agar rekomendasi yang dihasilkan lebih berkualitas. Saking bersemangatnya, peserta tidak mau menghentikan sidang untuk sementara saat waktu istirahat tiba. Akibatnya, sesi pertama sidang pun selesai dua puluh menit lebih lambat dari yang dijadwalkan.

Kongres Break Sebentar...

Seharian penuh berjuang keras beradu pendapat, mencurahkan pikiran, untuk memperjuangkan hak-hak anak Indonesia. Sungguh luar biasa potensi anak negeri ini. Sungguh beruntung pertiwi ini kalau semua mau mendengarkan suara mereka.
Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB, peserta menggunakan waktu istirahatnya untuk keperluan masing-masing. Ada yang duduk-duduk santai, menikmati semangkok bakso dari penjual keliling yang setiap hari mangkal di depan Training Center (TC). Ada yang sekedar duduk-duduk sambil memandang indahnya kota Lembang di sore hari. Ada yang segera membersihkan badannya karena seharian beraktivitas dengan dinginnya air kota Lembang. Ada yang tergesa-gesa, bahkan tidak sempat cuci muka, peserta yang beragama katholik, karena harus berangkat ke gereja untuk Misa mengingat waktu sudah mepet.
Sementara di ruang FSP, disela-sela waktu istirahat, Komisi Pemilihan Duta (KPD) melakukan interview kepada para calon duta. Setiap calon duta mempresentasikan visi dan misinya di depan KPD dengan didampingi fasilitator independen. Berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan masalah politik, sosial, budaya dan pendidikan menjadi menu yang harus dijelaskan oleh calon duta.
Pengumuman terdengar dari ruang sekretariat panitia, saat makan malam telah tiba. Peserta diharapkan segera mengambil makan malam agar tidak telat untuk sesi berikutnya. Semua menuju ke ruang makan untuk segera menikmati makan malam.

Kongres kembali dilanjutkan...

Setelah semua merampungkan keperluan pribadi masing-masing, peserta kongres siap kembali melanjutkan sidang yang belum selesai. Presentasi dari komisi-komisi kembali diwarnai hujan pertanyaan dan interupsi serta usulan maupun masukan untuk rekomendasi yang akan ditetapkan.
Perdebatan cukup alot di antara mereka. Namun kecakapan pemimpin sidang, Ridwan Sanusi kontingen asal Yogyakarta dibantu wakil ketua sidang Anggie asal Jakarta mampu mengakomodir berbagai pendapat yang berseliweran. Peserta sidang pun cukup bekerja sama sehingga sidang pleno komisi rampung dengan sukses.
“Tok..tok..tok..,” palu ketua sidang diketok, tanda disahkannya rekomendasi yang diusulkan dari kelima komisi yang ada dalam kongres. Ridwan Sanusi, ketua sidang dan seluruh jajaran rapat sidang menutup sidang pleno kongres malam itu.
Setelah sidang ditutup semua ketua komisi diminta ke depan untuk menerima bingkisan dari panitia sebagai penghargaan atas kinerja mereka. Dan setiap komisi menyanyikan yel-yel masing-masing. Bukan anak-anak kalau tidak ada senda guraunya. Begitu selesai lagu sahabat sejati ciptaan Sheila on 7 membangkitkan gairah mereka untuk meluapkan kegembiraannya karena telah sukses menyelesaikan sidang dalam kongres hari ini.
Semua berjingkrak-jingkrak, ada yang mengangkat kawannya di atas pundak sambil berjoget dan bernyanyi bersama. Semua larut dalam kegembiraan.

10 Calon Duta
Tepat pukul 23.30 ketua komisi pemilihan duta, Budi, mengumumkan calon-calon duta yang masuk verivikasi. Begitu pengumuman nama-nama calon duta disampaikan, tepuk tangan menyambut kegembiraan para calon duta terpilih. Mereka adalah:
1. Fatimah kontinngen asal Lembang
2. Risa Priyani kontingen asal Semarang
3. Rosalina Wulandari kontingen asal Semarang
4. Audy kontingen asal Jakarta
5. Medina NF kontingen asal Jakarta
6. Angela Saraswati kontingen asal Jakarta
7. Gusti Ayu Ani kontingen asal Bali
8. Komang Suyasa kontingen asal Bali
9. Herdika kontingen asal Yogyakarta
10. M. Setiawan kontingen asal Lembang
Selamat Berjuang Kawan-kawan....!
Perjuangkan hak-hak anak Indonesia...!

6. JURNAL HARIAN
Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia

Pemerintah Terima Rekomendasi Kongres Anak Nasional

29 Juni 2008 - Matanya masih sedikit merah, menggambarkan kalau ia kurang tidur semalam. Dengan cermat tangan kanannya menggoreskan spidol di atas kertas putih. Kata demi kata terangkai menjadi sebaris kalimat yang menjadi visi dan misinya untuk menjadi Duta Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia. Namanya Riaudy lelaki asal Jakarta ini merupakan satu dari sepuluh calon Duta Anak Nasional yang sibuk mempersiapkan atribut kampanyenya.
Kesibukan pun terlihat di sudut lain, Herdika dan tim suksesnya memperhitungkan sekiranya tempat yang tepat untuk memasang poster berisikan ajakan untuk memilih dirinya. Seakan tidak mau kalah, Rosalina calon duta anak asal Semarang tidak hanya membuat poster tetapi juga topi yang dibuat dari kertas lipat. Tentu saja topi itu berisikan kalimat ajakan mendukung kandidat asal Semarang tersebut.
Walaupun badan lelah dan mata mengantuk akibat tidak tidur hingga dini hari, kesepuluh calon Duta Anak Nasional tetap semangat untuk berkampanye. Ruh semangat itu terlihat jelas sepanjang jalan dari training center hingga aula yang dihiasi oleh atribut-atribut kampanye calon duta. Kreativitas calon duta dan tim suksesnya nampak dari poster yang telah mereka buat semalam suntuk. Ada yang sengaja membuat bentuk muka badut, menggambar animasi, bahkan sampai menulis pantun.
”Berjualan diri” pun dilanjutkan di Aula. Kesepuluh calon Duta Anak Nasional dan tim suksesnya telah bersiap diri untuk memaparkan visi dan misi mereka. Setiap calon diberi kesempatan untuk berkampanye selama delapan menit. Walaupun waktu yang dimiliki cukup sempit, rupanya setiap calon dapat memaparkan visi dan misinya dengan jelas.
Hampir seluruh calon Duta Anak Nasional menyoroti masalah pendidikan, minimnya kebebasan berpendapat bagi anak-anak, hingga masalah kebudayaan. Maka dari itu, mereka pun mempunyai visi membawa anak-anak Indonesia menjadi lebih baik dengan cara memajukan pendidikan, memberikan kebebasan untuk berpendapat, serta mengembangkan kepribadian berbasis budaya Indonesia.
Menjadi duta anak pun dinilai oleh para calon duta anak sebagai ajang pembuktian diri. Mereka akan membuktikan, pada orang dewasa yang selama ini memandang mereka sebelah mata, bahwa mereka bisa memperjuangkan hak-hak anak yang selama ini masih tersisihkan.
Menjadi seorang pemimpin tentunya harus memiliki pendukung yang loyal. Hal ini juga nampak saat satu persatu calon duta memaparkan visi dan misinya, setiap tim dari masing-masing calon menunjukkan kebolehan mereka. Yang paling menarik adalah tim sukses Suyasa, mereka menamakan diri Genk Lovers dan menunjukkan kemampuannya menyanyikan Mars Lovers. Sontak seluruh peserta tertawa. Bagaimana tidak, lagu yang dinyanyikan dengan irama lagu Balonku ini menceritakan tentang seorang lelaki yang memiliki empat pacar, dan ketika pacarnya yang gendut ”meletus” ia pun mencari lagi perempuan lain agar jumlah pacarnya tetap empat.
”Pertunjukkan” lain yang juga membuat peserta terpingkal adalah ketika Ijul, juru kampanye Anggi, tiba-tiba terjatuh ke belakang panggung. Entah memang ia termasuk anak bermuka tebal, tidak tampak sirat malu dari wajahnya. Bahkan langsung berdiri dan mengangkat kedua tangannya seraya menenangkan peserta yang tidak bisa berhenti tertawa.
Selesai acara kampanye seluruh peserta, kecuali calon duta anak, menggunakan hak pilihnya. Satu persatu peserta memasuki bilik pemungutan suara. Pemilihan ini diawasi oleh sembilan orang yang berasal dari Panitia Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia dan Pengawas Pemilihan Duta.
Komang Suyasa asal Bali akhirnya terpilih menjadi Duta Anak Nasional. Ia berhasil mengumpulkan total 38 suara unggul 14 suara dari saingan terdekatnya, Riaudy. Terpilih menjadi Duta Anak Nasional secara otomatis posisinya sebagai Duta Komisi Perdamaian pun harus dilepas dan digantikan oleh Danto Sugiharto.
Dalam sambutan pertamanya sebagai duta anak, Suyasa menyatakan kemenangannya bukan hasil kerja dirinya semata melainkan juga teman-temannya yang rela tidak tidur sampai dini hari.
”Saya bukan pemenang. Saya orang yang beruntung. Bila dilihat calon yang lainnya juga pintar-pintar, hanya saja saya lebih beruntung dari mereka,” tutur remaja putera kelahiran Denpasar empat belas tahun lalu ini.


Selesai pemilihan…
“Siap..! Cekrek cekrek..! Sesss…! Dor.! Orong-orong!”
Di lapangan, setelah mengukuhkan Suyasa sebagai Duta Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia, kini giliran peserta bersenang-senang. Saatnya permainan! Hari ini memang tak begitu berat. Lihat saja bagaimana peserta bermain dengan lepasnya, walau tetap harus berkonsentrasi. Salah sedikit saja, bisa-bisa kelompok mereka gugur dalam permainan. Tiap-tiap kelompok ngotot mempertahankan agar kelompoknya tak gugur, seraya berusaha menjatuhkan lawan.
Tapi tenang saja. Ini hanya permainan. Sedang dalam kompetisi yang sebenarnya, selama sudah berjuang, tak ada istilah menang atau kalah. Berkompetisi berarti berusaha sebaik-baiknya. Menang kalah itu urusan belakangan. Seperti yang dikatakan Suyasa ketika ia terpilih menjadi Duta Anak Nasional, “Saya tidak merasa menang. Mungkin nasib beruntung saja yang menyertai saya.”
Selesai bermain, pak Hadi memberikan sambutan. Tak henti-hentinya Pak Hadi berkata bahwa ia kagum dengan peserta kongres, juga dengan segala pencapaian mereka sampai hari ini. “Waktu saya seumuran kalian, nggak kepikiran bisa melakukan seperti yang kalian lakukan ini,” kata pak Hadi memuji.
Pak Hadi memang ada benarnya. Dengan membuat rekomendasi, para peserta telah menyuarakan suara jutaan anak-anak yang tidak terdengar. “Hanya dengan melihat apa yang dihasilkan hari ini, saya optimis akan lebih besar lagi yang bisa dihasilkan,” sahut Pak Hadi yakin.
Pak hadi memang pantas berbangga hati, sebab saat ini orang sukses jumlahnya memang banyak. Orang sukses yang memikirkan diri sendiri juga pasti jauh lebih banyak. Tapi yang tidak banyak adalah orang yang berhasil karena memikirkan orang lain, seperti yang telah dilakukan peserta dengan memberikan rekomendasi bagi permasalahan bangsa ini.
Tapi tentu saja, memikirkan masalah bangsa ini dan memberikan rekomendasi tak lantas membuat masalah itu hilang. Bukan berarti persoalan akan selesai. Karena itu Pak Hadi mengimbau para peserta agar mempersiapkan generasi baru untuk peserta kongres ini. Tentu saja kegiatan positif seperti ini harus dilanjutkan, bukan?
Selain itu Surat Keterangan Pengangkatan Duta Anak Nasional SOS Desa Taruna pun dikukuhkan. Suyasa akan melakukan tugasnya untuk 2 tahun ke depan. Untuk program kerjanya, Surat Keterangan Pengesahan Rekomendasi yang dibuat peserta pun ditetapkan. Jadi Suyasa nanti akan membuat program kerja dari rekomendasi ini.
Apresiasi positif dari pak Hadi untuk acara hari ini. Dengan berapi-api, Pak Hadi mencoba meneruskan semangatnya dengan pesan terakhir. “Proses yang kalian lakukan saat ini adalah proses ketika orang belajar sesuatu yang baru. Kalian telah melakukan proses belajar yang hebat. Teruskan itu! Jangan berhenti!”
Terima kasih Pak..!


Saatnya memberikan hasil rekomendasi!
Dengan berbaris sesuai kontingen masing-masing, peserta mulai memasuki aula. Lantunan lagu Padamu Negeri, Satu Nusa Satu Bangsa, dan Syukur mengiringi kedatangan mereka. Dengan berjalan perlahan, satu per satu peserta mencium bendera. Suasana hikmad menyelimuti aula sore itu.
Hari ini peserta memang kedatangan tamu penting yang akan memberikan rekomendasi mereka. Dari mulai bapak Tatang Gunawan dari DPRD Tingkat II Kabupaten Bandung Barat, bapak Taufik (wakil Polda Jabar), bapak Dimas Samudra Rum (Direktur Sistem Informasi Departemen Hukum dan HAM), ibu Sri Hardina P (Asisten Deputi Urusan Hak Sipil dan Partisipasi Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan), dan tamu penting lainnya.
Dalam kesempatan ini para tamu diberi dokumen rekomendasi yang telah dirumuskan kemarin. Sementara itu, para tamu undangan pun memberikan wejangannya pada peserta. Ibu Sri Hardina, misalnya. Bagi Ibu Sri, anak harus didengar pendapatnya. Sementara di Kementerian Pemberdayaan Perempuan sendiri, menurut ibu Sri, masalah anak ini memang direkomendasikan melalui kebijakan. Di kementrian tersebut ada istilah pengarus-utamaan anak.
Intinya, anak pun kini sudah mulai dijadikan prioritas. Salah satu buktinya, kini sudah mulai menyebar program kota layak anak. Menurut ibu Sri, di seluruh kabupaten di Jawa Timur sekarang ini sudah ada forum anak. Sementara di Sukabumi, forum anak sudah mencapai tingkat kecamatan.
Sayang, ibu Hemas yang ditunggu tidak datang.
Bu Hemas, istri Sultan Hamengkubuwono X itu sempat meminta maaf kepada peserta karena tidak bisa hadir di tengah mereka. Namun dengan tele-conference, anak-anak tetap dapat mendengar sambutan Bu Hemas.
Bu Hemas mengapresiasi dengan sangat baik acara kongres ini. Kepada peserta, Bu Hemas mengharapkan agar “anak memiliki kreativitas tinggi dan memiliki sesuatu yang dibanggakan bangsa.” Apalagi dengan bergabungnya anak-anak dari berbagai daerah, membuat ia berharap peserta mendapat pemahaman untuk saling menghargai perbedaan budaya yang ada di Indonesia.
Mendapat penjelasan seperti itu, Suyasa mengajukan usul. “Bagaimana jika pemerintah membuat kongres di berbagai daerah setiap tahun, agar dari tiap daerah muncul anak-anak yng berpotensi, sehingga anak tidak dilecehkan terus oleh kaum yang lebih dewasa?” Begitu yang ditanyakan Suyasa melalui telepon.
Bu Hemas menyambut baik usul ini. Sebab baginya forum membawa suatu hikmah yang baik bagi perdamaian.
Sebelum menutup teleponnya, Bu Hemas juga berpesan agar peserta tetap melakukan kegiatan belajar yang baik dan melakukan sesuatu yang terbaik. Bu Hemas juga menilai positif SOS Desa Taruna ini. ”SOS Desa Taruna mempunyai suatu pengabdian yang baik, sebab anak-anak diajarkan menjadi duta perdamaian dan menghormati segala perbedaan yang ada di Indonesia.”
Gong….!! Kongres ini pun ditutup secara resmi oleh Ibu Sawitri Supadi, selaku ketua Yayasan SOS Desa Taruna Indonesia. Dan kini..., tinggal jalan-jalan….!!
Ramah tamah…

Dialog interaktif:
“Dung...dung...dung...”, gong ditambuh tiga kali oleh Ibu Sawitri, Ketua Yayasan SOS Desa Taruna Indonesia. Dengan ditabuhnya gong ini resmi sudah Kongres Anak Nasional SOS Desa Taruna Indonesia ditutup. Setelah kongres ditutup dilanjutkan dialog interaktif antara peserta dan tamu yang hadir dari beberapa pejabat negara.
Dialog ini dimaksudkan untuk menggali informasi dari aparatur negara dan menyampaikan aspirasi anak-anak kongres secara langsung kepada meraka. Ibad dan Anto, fasilitator Independen memandu jalannya dialog tersebut. Sesi pertama dialog dibuka untuk para pejabat agar menyampiakan pertanyaan kepada anak-anak. “Untuk kali ini kita balik, dari bapak bertanya kepada anak dulu.”, jelas Anto saat memandu dialog.
Taufik Rahman dari Polda Jabar, mengambil kesempatan pertama untuk menyampaikan himbauan kepada anak-anak. Ia menghimbau agar tidak membuat jera anak-anak yang nakal dengan mengancam akan melaporkannya ke Polisi. Karena menurutnya, polisi itu sahabat kita semua. “Nah, ini titipan dari kepala biro yang ingin saya sampaikan, nanti supaya tidak menggunakan, kalau umpamanya ada anak kecil yang nakal, nanti saya laporin polisi. Jadi seolah-olah kita-kita ini hantu padahal sahabat bagi kita semua”, jelas Taufik. Sontak gelak tawa menyambut himbauan orang Polda tersebut.
Ia juga juga menghimbau kepada seluruh peserta untuk mendaftar menjadi polisi. Menurutnya, generasi-generasi cerdas seperti mereka yang diharapkan. “Kalau bisa kami mengharapkan 50% dari adik-adik yang hadir ini menjadi anggota kepolisian. Karena kami butuh generasi yang berkualiats baik. Kami menghimbau kepada adik-adik, agar menyampaikan kepada kawan-kawan yang lain, ramai-ramai masuk polisi. Karena generasi seperti ini yang kami butuhkan”, tambahnya.
Kemudian, utusan dari menteri lingkungan hidup, menyampaikan sebuah pertanyaan kepada peserta tentang cara mengatasi pembuangan sampah sembarangan. “Apa saran konkrit dari adik-adik untuk pemerintah bagaimana menanggulangi masalah pembuangan sampah sembarangan”. Aan Fajar Lestari, kontingen asal Yogyakarta mengusulkan , selain harus menumbuhkan kesadaran pada diri masing-masing, kepolisian diminta agar memberikan surat bukti pelanggaran bagi pembuang sampah sembarangan. “Salah satu cara agar kita, masyarakat, anak-anak, pertama kesadaran dari kita masing-masing. Namun perlu ada dukungan dari kepolisian, menurut saya kepolisian tidak hanya mengenakan tilang kepada yang tidak memakai helm, tetapi juga memberikan tilang kepada pembuang sampah sembarangan dengan denda yang besar, biar sekali kena, kapok”. Usulnya. Taufik Rahman dari Polda Jabar tersenyum saat mendengarkan usulan tersebut.
Rahmat Witoelar lewat wakilnya juga mengundang kepada 6 duta terpilih untuk hadir pada tanggal 6 November 2008 di Istana Negara Jakarta pada peringatan hari Puspa dan Satwa. ”Bapak Rahmat mengundang 6 wakil duta anak SOS Desa Taruna Indonesia untuk hadir pada peringatan hari puspa dan satwa tanggal 6 November di Istana Negara. Sebenarnya yang diundang semuanya karena keterbatasan tempat, jadi wakil-wakilnya saja.”, jelasnya.
Selanjutnya muncul pertanyaan tentang kasus trafiking dan pelecehan seksual terhadap perempuan dari Herdika kontingen asal Yogyakarta kepada menteri pemberdayaan perempuan. “Ibu, bagaimana tanggapan ibu melihat perdagangan dan pelecehan seksual terhadap perempuan?”, tanya Dika. Ibu menteri mengatakan, dalam persoalan traficking, pemerintah telah menyusun undang-undang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau PTPPO nomer 21 tahun 2007 yang korbannya perempuan dan anak. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah tentang tatacara dan metode pelayanan terpadu bagi korban dan saksi pelanggaran. Walaupun, belum bisa maksimal dalam pelaksanaannya.
Kemudian Ridwan Sanusi, kontingen asal Yogyakarta menanyakan tentang cara mengakses Tesa (telepon sahabat anak) sebuah produk yang dikeluarkan oleh kementerian pemberdayaan perempuan. Dan wilayah mana saja yang sudah bisa dijangkau. Ibu dari utusan Menteri mengatakan bahwa program tersebut baru ada di Banda Aceh, Jakarta, Surabaya, Makasar dan Pontianak. Adapun Yogyakarta baru akan diresmikan 19 Juli mendatang. Sedangkan caranya dengan menelpon ke 129 telepon lokal, jadi setiap anak dapat menelpon gratis menceritakan persoalan pribadinya masing-masing. Layanan ini dipegang oleh ahli-ahli konseling yang sudah berpengalaman. Sedangkan proram ini merupakan kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Telkom dan KOMINFO. Program ini juga sudah berlaku di 100 negara dengan kode telepon 109.
Zainul Arifin kontingen asal semarang menanyakan tentang penyelesaian dari tindakan kekerasan oleh polisi dalam Lapas dan kasus penjualan Narkoba dalam lapas. Taufik Rahman mengatakan, kekerasan yang terjadi di rumah tahanan kepolisian biasanya diduga terjadi kepada orang yang diduga melakukan kejahatan. “Kalau polisi menyiksa tersangka, kalau tujuannya untuk mengaku itu salah. Karena pembuktian yang dibutuhkan di pengadilan bukan pengakuan. Kalau melihat polisi yang seperti ini itu salah.”, Jelas Taufik. Sedangkan kekerasan dalam bentuk lain bisa jadi bersumber dari bentuk ruangan yang terlalu sempit. Karena penjara di Indoneia hampir tidak ada yang memenuhi standar, setiap kamar dihuni 8 orang. Jatah untuk kamar mandi pun dibatasi.
Netris, kontingen asal Flores menanyakan tentang anak-anak yang berkeliaran di jalanan. Dimas dari kementrian hukum dan perundang-undangan pemerintah lewat dinas sosial yang seharusnya melakukan perlindungan terhadap anak-anak tersenut. Beliau juga menambahkan bahwa persoalan yang berkaitan dengan kasus anak telah diakomodir lewat didirikannya LBH Anak yang akan membantu dan mendampingi Korban.***

Baca Selengkapnya..

Jangan Sentuh NARKOBA


Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)